Senin, 27 Juni 2011

HARUSNYA AKU YANG LAYAK DIKASIHANI

Dari tadi pagi hujan mengguyur kota tanpa henti, udara yang biasanya
sangat panas, hari ini terasa sangat dingin. Di jalanan hanya sesekali
mobil yang lewat, hari ini hari libur membuat orang kota malas untuk
keluar rumah. Di perempatan jalan, Umar, seorang anak kecil berlari-lari
menghampiri mobil yang berhenti di lampu merah, dia membiarkan tubuhnya
terguyur air hujan, hanya saja dia begitu erat melindungi koran
dagangannya dengan lembaran plastik.
"Korannya bu !"seru Umar berusaha mengalahkan suara air hujan.
Dari balik kaca mobil si ibu menatap dengan kasihan, dalam hatinya dia
merenung anak sekecil ini harus berhujan-hujan untuk menjual koran.
Dikeluarkannya satu lembar dua puluh ribuan dari lipatan dompet dan
membuka sedikit kaca mobil untuk mengulurkan lembaran uang.
"Mau koran yang mana bu?, tanya Umar dengan riang.
"Nggak usah, ini buat kamu makan, kalau koran tadi pagi aku juga sudah
baca", jawab si ibu.
Si Umar kecil itu tampak terpaku, lalu diulurkan kembali uang dua puluh
ribu yang dia terima, "Terima kasih bu, saya menjual koran, kalau ibu
mau beli koran silakan, tetapi kalau ibu memberikan secara cuma-cuma,
mohon maaf saya tidak bisa menerimanya" , Umar berkata dengan muka penuh
ketulusan.
Dengan geram si ibu menerima kembali pemberiannya, raut mukanya tampak
kesal, dengan cepat dinaikkannya kaca mobil. Dari dalam mobil dia
menggerutu "Udah miskin sombong!". Kakinya menginjak pedal gas karena
lampu menunjukkan warna hijau. Meninggalkan Umar yang termenung penuh
tanda tanya.
Umar berlari lagi kepinggir, dia mencoba merapatkan tubuhnya dengan
dinding ruko tempatnya berteduh. Tangan kecilnya sesekali mengusap muka
untuk menghilangkan butir-butir air yang masih menempel. Sambil
termenung dia menatap nanar rintik-rintik hujan didepannya,
"Ya Tuhan, hari ini belum satupun koranku yang laku", gumamnya lemah.
Hari beranjak sore namun hujan belum juga reda, Umar masih saja duduk
berteduh di emperan ruko, sesekali tampak tangannya memegangi perut yang
sudah mulai lapar. Tiba-tiba didepannya sebuah mobil berhenti, seorang
bapak dengan bersungut-sungut turun dari mobil menuju tempat sampah,
"Tukang gorengan sialan, minyak kaya gini bisa bikin batuk", dengan
penuh kebencian dicampakkannya satu plastik gorengan ke dalam tong
sampah, dan beranjak kembali masuk ke mobil.
Umar dengan langkah cepat menghampiri laki-laki yang ada di mobil.
"Mohon maaf pak, bolehkah saya mengambil makanan yang baru saja bapak
buang untuk saya makan", pinta Umar dengan penuh harap.
Pria itu tertegun, luar biasa anak kecil didepannya. Harusnya dia bisa
saja mengambilnya dari tong sampah tanpa harus meminta ijin. Muncul
perasaan belas kasihan dari dalam hatinya.
"Nak, bapak bisa membelikan kamu makanan yang baru, kalau kamu mau"
"Terima kasih pak, satu kantong gorengan itu rasanya sudah cukup bagi
saya, boleh khan pak?, tanya Umar sekali lagi.
"Bbbbbooolehh" , jawab pria tersebut dengan tertegun.
Umar berlari riang menuju tong sampah, dengan wajah sangat bahagia dia
mulai makan gorengan, sesekali dia tersenyum melihat laki-laki yang dari
tadi masih memandanginya.
Dari dalam mobil sang bapak memandangi terus Umar yang sedang makan.
Dengan perasaan berkecamuk didekatinya Umar.
"Nak, bolehkah bapak bertanya, kenapa kamu harus meminta ijinku untuk
mengambil makanan yang sudah aku buang?, dengan lembut pria itu bertanya
dan menatap wajah anak kecil didepannya dengan penuh perasaan kasihan.
"Karena saya melihat bapak yang membuangnya, saya akan merasakan enaknya
makanan halal ini kalau saya bisa meminta ijin kepada pemiliknya,
meskipun buat bapak mungkin sudah tidak berharga, tapi bagi saya makanan
ini sangat berharga, dan saya pantas untuk meminta ijin memakannya ",
jawab si anak sambil membersihkan bibirnya dari sisa minyak goreng.
Pria itu sejenak terdiam, dalam batinnya berkata, anak ini sangat luar
biasa.
"Satu lagi nak, aku kasihan melihatmu, aku lihat kamu basah dan
kedinginan, aku ingin membelikanmu makanan lain yang lebih layak, tetapi
mengapa kamu menolaknya".
Si anak kecil tersenyum dengan manis,
"Maaf pak, bukan maksud saya menolak rejeki dari Bapak. Buat saya makan
sekantong gorengan hari ini sudah lebih dari cukup. Kalau saya
mencampakkan gorengan ini dan menerima tawaran makanan yang lain yang
menurut Bapak lebih layak, maka sekantong gorengan itu menjadi mubazir,
basah oleh air hujan dan hanya akan jadi makanan tikus."
"Tapi bukankah kamu mensia-siakan peluang untuk mendapatkan yang lebih
baik dan lebih nikmat dengan makan di restoran dimana aku yang akan
mentraktirnya" , ujar sang laki-laki dengan nada agak tinggi karena
merasa anak didepannya berfikir keliru.
Umar menatap wajah laki-laki didepannya dengan tatapan yang sangat
teduh,
"Bapak !, saya sudah sangat bersyukur atas berkah sekantong gorengan
hari ini. Saya lapar dan bapak mengijinkan saya memakannya", Umar
memperbaiki posisi duduknya dan berkata kembali, "Dan saya merasa
berbahagia, bukankah bahagia adalah bersyukur dan merasa cukup atas
anugerah hari ini, bukan menikmati sesuatu yang nikmat dan hebat hari
ini tetapi menimbulkan keinginan dan kedahagaan untuk mendapatkannya
kembali dikemudian hari."
Umar berhenti berbicara sebentar, lalu diciumnya tangan laki-laki
didepannya untuk berpamitan. Dengan suara lirih dan tulus Umar
melanjutkan kembali, "Kalau hari ini saya makan di restoran dan
menikmati kelezatannya dan keesokan harinya saya kenginginkannya kembali
sementara bapak tidak lagi mentraktir saya, maka saya sangat khawatir
apakah saya masih bisa merasakan kebahagiaannya" .
Pria tersebut masih saja terpana, dia mengamati anak kecil didepannya
yang sedang sibuk merapikan koran dan kemudian berpamitan pergi.
"Ternyata bukan dia yang harus dikasihani, Harusnya aku yang layak
dikasihani, karena aku jarang bisa berdamai dengan hari ini".

Selamat menjalani hari dengan penuh rahmat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar